Friday, June 15, 2012

Coretan (lagi)

Cerpen Lagi :D

AMPUTASI

Aku mulai menggerakkan jari-jari tanganku. Sekilas gambar mulai muncul di otakku. Sekali, dua kali, tiga kali. Ku buka pelan-pelan kedua mataku. Ada sedikit cahaya yang aku lihat. Lama-lama, cahaya itu berubah menjadi putih. Perlahan, kulirik sebelah kananku. Kulihat ada seseorang yang duduk di kursi samping tempat tidurku dengah kepala menempel di kasur. Aku mulai melirik sebelah kiriku. Kulihat sebuah pintu. Mungkin pintu untuk keluar dari ruangan ini. Mataku mulai terbuka lebih lebar, hingga akhirnya aku bisa melihat sesosok wanita yang telah menegakkan tubuhnya disisi kananku.
Aku melihatnya tersenyum kecil kepadaku, manun penuh arti. Aku juga melihat kelelahan pada sorot matanya. Mungkin semalaman dia tidak bisa tidur karenaku. Dan air mata mengalir di pipinya. Apa ini semua
salahku? Dia tidak berkata apa-apa. Tetapi, seakan-akan aku mengrti apa yan dia katakan lewat senyumannya.
Tidak laam dia memendangku, dia bergegas keluar. Mungkin dia mau memanggil seseorang. Tetapi aku tidak melihatnya melangkah. Dia tidak berjalan. Dia tetap pada tempatnya saat tersenyum padaku tadi. Aku melihat roda bahkan dua buah roda. Dia duduk dengan kedua roda itu. apa sebanarnya yang terjadi? Siapa dia?
Kurasakan sakit pada kepalaku. Kilatkilat gambar mulai menyambar otakku. Sakit ini, sakit yang belum pernah aku rasakan sebelumnya. Terasa sangat sakit. Hingga aku tutup kembali kedua mataku.
“Ayo, dokter! Cepat!” suara itu sudah tidak asing di telingaku. Sura itu semakin jelas. aku merasakan sentuhan lembut di tanganku. Genggamannya semakin kuat. Seakan-akan dia tidak mau kehilangan seseorang yang sangat dekat dengan dirinya.
“Adik Anda sudah mulai siuman. Tolong jaga adik Anda dengan Baik! Kalau ada apap-apa silakan menghubungi saya! Oya, saya akan memeriksa kaki Anda lagi. Semoga saja manjur dengan obat yang saya berikan sehingga tidak perlu dilakukan amputasi pada kaki kiri Anda.
Amputansi? Apakah aku tidak salah mendengarnya? Dan, adik? Siapa yang dia maksud? Di ruangan ini hanya ada aku delain dia dan seseorang yang dia panggil dokter.
Aku mulai merasakan sakit lagi di kepalaku. Gambar-gambar itu mulai berseliweran dipikiranku. Aku tidak tahu gamabar apa itu. tetapi seiring bertambahnya rasa sakit di kepalaku, kilatan-kilatan itu mulai jelas. gambar itu mulai bergerak dengan perlahan. Gambar itu berubah menjadi sebuah film. Sebuah film sedrhana dan sebentar. Gambar di film itu mulai jelas. aku mulai bisamelihat apa yang terjad di dalam film itu.
Arghh! Rasa sakit itu makin menjadi-jadi. Aku tidak tahan. Aku tidak kuat. Air mataku mengalir.
*       *     *
“Bagaimana dengan kaki saya, dok?”
“Tenanglah, Nona! Untuk sementara ini kaki Anda masih bisa bertahan dengan obat yang selama dua bulan ini saya berikan. Saya juga akn mencarikan obat dari luar negeri untuk Anda.”
“Terimakasih, dokter! Saya harus kembali bekerja. Saya permisi.”
“Baik, silakan! Sebaiknya jangan terlalu sibuk. Anda belum pulih betul. Adik Anda juga membutuhkan Anda. Saya takut keadaannya kembali parah saat dia ingat apa yang telah terjadi.”
*        *       *

“Kamila! Kamu sudah sadar?”
Aku mulai membuka mataku dengan perlahan. Aku rasa aku sudar tertidur sangat lama sehinggga sulit rasanya membuka kembali mataku.
            “Kak-Kak-Jas-mine… A-a-aku ma-mau pu-lang…”
“Kamu belum boleh pulang! Kamu belum sehat. Nanti kalu kamu sudah sembuh, kamu boleh pulang,” suaranya begitu lembut, dia juga mengganggam tanganku dengan erat.
“A-A-Ayah, I-I-I-bu… ma-ma-na?” susah payah ku bertanya tetapi kak Jasmine hanya bungkam. Ku melihat raut kesediahan wajahnya. Tiba-tiba gambar itu muncul kembali beserta rasa sakit di kepalaku. Gambar itu mulai hilang perlahan.
“Permisi,”
“Oh, dokter! Silakan,”
Dokter itu mengahampiriku, dia mulai memeriksaku. Dia hanya mengatakan suatu hal kepada Kak Jasmine. Tetepi aku teidak jelas mendengarnya kerena rasa sakit ini yang kembali datang. Tetapi kumendengar. Tiga bulan.
Aku melihat lelaki itu serius berbicara dengan Kak Jasmine. Sepertinya sangat penting. Perlahan, mimic wajah  Kak Jasmine berubah. Bukan ekspresi bahagia yang terlihat di wjahnya. Tetapi kebingunan dan shock yang lebih tepat terlihat. Aku memenga tidak tahu apa yang telah terjadi. Rasanya ingin sekali menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi mulutku susah sekali untuk mengatakan sesuatu. Belum lagi rasa sakit di kepalaku ini.
Lama-lama semakin sakit, sakit, dan sakit.
*       *      *
Aku mulai meneskan air mata. Gambar-gambar itu semakin jelas untukku. Aku melihat sesosok gadis, berambut hitam ikal kira-kira sebahu. Dia duduk dengan wajah penuh kekesalan.
“Kamila… Ayah dan Ibu akan pergi teapi kenapa kamu malah seperti ini? ibu tidak akan suka melihatmu seperti ini. Kami juga ingin kamu lebih mandiri saat kita pergi. Bukannya meminta orang untuk bekerja di rumah,”
Dia masih cemberut. Bahkan sekarang dia mulai berdiri, “Ibu! Aku tidak mau melakukan pekerjaan rumah sendiri. Aku tidak mau. Ibu itu masih masih menyayangiku atu tidak sih?” suaranya mengeras. Air mata seseorang yang dia panggil Ibu mulai mengalir.
“Kamila! Berani-beraninya kamu membentak Ibu! Lihat akibat dari perbuatanmu! Apa kamu tahu apa yan gsudah kamu perbuat? Durhaka kamu!”
Aku sangat tersentak mendengar apa yang wanita berkerudung itu katakana. Ka-Kamila, wajah itu… Itu aku… Dan wanita yang tengah menangis itu…
Air mataku mengalir kembali.
Aku ingin meminta maaf kepadanya. Tetapi aku tidak bisa. Dia juga tidak mengucapakan terima kasih pada Ibunya. Anak macam apa aku ini. dia hanya duduk terpaku.
‘Ibu! Tolong maafkan Kamila, ya! Kak Jasmine mulai memluk Ibuku. Ingin rasanya aku memeluknya. Aku tidak bermaksud membuat Ibu sedih. Tetapi mungkin memang aku yang salah. Aku hanya tidak ingin Ibu dan Ayah pergi. Aku mau mereka bersamaku.
“Kamila… Ayah dan Ibu berangakt dulu, ya! Kamu Jasmine, tolong jaga adikmu! Jangna sampai adikmu kenepa-napa! Dia saudara kandungmu satu-satunya. Tolong jangan buat kami kecewa, Sayang!” lelaki tingi berkumis itu, dia-dia ayahku!
Mereka pergi. Tetapi tidak sepatah katapun kuucapakan.
Rasa sakit di kepalaku kembali datang. Gambar itu. banyak orang berlarian. Suasana berubah. Kak Jasmine segeramenghampiriku. Dia seprti melindungiku. Rasa sakit itu kembali datang. Tidak jelas untukku apa yang terjadi selanjutnya. Tetapi rasa sakit ini, aku tidak kuat lagi! Ya Allah, tolong maafkan aku! aku ingin meminta maaf kepada Ayah dan Ibu. Aku ingin bertemu dengan mereka. Aku juga ingin mengatakan pada Kak Jasmine kalu aku menyayanginya dan terima kasih untuk semuanya.
*        *        *
“Kamila… Kamu kenapa menangis? Kak Jasmine menghapus air mata yang keluar dari mataku.
“Kamila… Tolong maafkan aku karena tidak bisa melindungimu! Aku tidak bisa menjalankan amanah dari Ayah dan Ibu. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Setelah empat bulan, kakiku tidak bisa bertahan. Dokter sudah melakukan ampuytansi pada kakiku. Satu minngu yang lalu, gempa itu… Gempa itu membuat Ayah dan Ibu…” air matanya mengalir. “Sudahlah, tidak seharusnya aku menceritakan ini. Yang penting adalah kamu sembuh. Air mataku mengalir dan aku tidak merasakan apa-apa lagi.
*       *      *
“Selamat siang, Pemirsa! Berita hari ini. Telah tertabrak, seorang wanita muda berkerudung di rel kereta api kota. Diduga karena kakinya telah diamputansi dan mengalami stress, wanita itu bunuh diri dengan menabrakkan dirinya.” 
         

Profil Penulis
Riri,begitu teman-teman memanggilnya.

Anak pertama dari Bapak Awan Rahmadhani dan ibu Tarmuningsih lahir di Jakarta 16 April 1995. 
Cewek yang mempunyai nama lengkap Estri Pintari ini suka sekali mie ayam.
Dia juga punya hobi bikin cerpen. 




0 comments:

Post a Comment

 
Copyright © Writing Space. All rights reserved.
Blogger template created by Templates Block | Start My Salary
Designed by Santhosh